Seperti biasa, saya akan membagikan resensi bacaan. Kali ini dari buku yang termasuk ‘pengantar’ ke dunia fabrikasi digital.
Buku ini mengklasifikasikan digital fabrication ke dalam
lima kelompok, yaitu: sectioning, tessellating, folding, contouring, dan
forming. Dalam penjelasannya, Lisa Iwamoto memaparkan bagaimana digital
fabrication ini bekerja, mengapa arsitek menggunakannya, dan bagaimana digital
fabrication dapat menghasilkan desain yang inovatif.
Digital fabrication merupakan bagian dari proses
arsitektural di mana data digital digunakan untuk mengatur proses fabrikasi. Digital
fabrication bergantung pada mesin-mesin yang dikontrol menggunakan computer (CAD/CAM)
untuk membanggun seta memotong bagian-bagian bangunan yang akan dibangun.
(Iwamoto, 2009).
Penggunaan CAD/CAM proses dalam mengembangkan dan menguji
konstruktabilitas bangunan dimulai oleh kantor arsitek Frank Gehry pada
pembangunan Disney’s Concert Hall tahun 1989. Proses ini bersifat iterative dan
tidak linier. Kantor Gehry mengadaptasi software dari industry kedirgantaraan,
CATIA, untuk membuat model eksterior bangunan tersebut (Glymph, 2003). Metode
ini kemudian membuktikan bahwa tingkat kompleksitas dan keunikan bentuk tidak
mempengaruhi biaya pembangunan secara signifikan.
Pasca digitalisasi, arsitek seolah-olah belajar bahasa baru:
bagaimana mengoptimalkan kemampuan mesin untuk menghasilkan bentuk. Dengan
terbukanya berbagai peluang desain dari meluasnya kemampuan mesin-mesin
pendukung, arsitek harus membuat keputusan untuk menggabungkan metode dan alat demi
mencapai maksud perancangan. Sang arsitek harus memahami bagaimana berbagai
alat ini bekerja, material apa yang paling tepat, dan metode apa saja yang memungkinan
untuk mencapai suatu maksud dan tujuan. Dalam digital fabrication arsitek
berkutat dengan sifat tektonik susunan material, efek dari kombinasi material,
atau sifat unik dan khas material tersebut. Pola yang kompleks, permainan
material dan cahaya, serta pencitraan yang abstrak dapat dihasilkan melalui berbagai
proses fabrikasi digital.
Sectioning
Artist space Installation |
Proses sectioning intinya bukanlah membentuk permukaan, melainkan
menyusun permukaan itu dari serial potongan profil horizontal dan vertical dengan
interval tertentu. Melalui teknik sectioning, dapat diperoleh hasil akhir berupa permukaan
dan struktur pembentuk permukaan tersebut. Metode ini sangat berhubungan dengan
instruksi “loft” pada software 3D parametric seperti Rhino.
Contoh proyek yang menggunakan metode sectioning sudah ada
sejak masa pra-digital. Misalnya pada kostruksi atap chapel di Roncham yang
dirancang oleh Le Corbusier, design Endless House oleh Frederick Kiesler, serta
Art of This Century Gallery tahun 1942.
Pasca digitalisasi, metode ini semakin berkembang. Contohnya
Artist Space Installation oleh Greg Lynn, Playa Urbana oleh William Massie, dan
Dunescape Installation oleh SHoP Architects. Dengan perangkat pendukung digital
berupa software yang terkoneksi dengan laser cutter ataupun CNC router, penggunaan
metode sectioning menjadi memungkinkan. Contoh lain yang menggunakan metode
sectioning adalah Bird Nest oleh Herzog & de Meuron. Uniknya dari metode
sectioning pada Bird Nest Stadium ini adalah interval yang bersifat radial dan
diagonal sehingga pada strukturnya pun terdapat interseksi yang memberikan
kesan visual dinamis dan unik. Selain itu setiap frame truss strukturnya saling
menguatkan satu sama lain.
Tessellating
BMW Welt |
Tessellation hampir sama dengan tiling (bayangkan potongan
puzzle, pola lantai, atau langit-langit). Intinya adalah menggabungkan potongan-potongan untuk menghasilkan suatu permukaan. Tessellation diadaptasi dari metode mosaic di masa Byzantium, kaca patri pada arsitektur gothic, ataupun screen wall pada arsitektur
Islam.
Digitalisasi menghidupkan kembali metode ini dengan mengakomodasi variasi modul yang tidak seragam. Potongan-potongan penyusun sangat mungkin memiliki variasi ukuran yang mengurut alghoritma tertentu.
Digitalisasi menghidupkan kembali metode ini dengan mengakomodasi variasi modul yang tidak seragam. Potongan-potongan penyusun sangat mungkin memiliki variasi ukuran yang mengurut alghoritma tertentu.
Istilah tessellation atau tiling dalam perancangan digital
mengacu pada pembentukan suatu permukaan (yang sering kali berupa bidang
lengkung), dengan meshes poligonal. Dua cara utama untuk membentuk model
digital dalam teknik tessellating adalah dengan NURBS (untuk permukaan lengkung
sempurna) dan Meshes (untuk permukaan lengkung bersudut dari bentuk polygon). Contoh
software untuk menghasilkan pola poligonal ini misalnya GenerativeComponents
dan CATIA. Dan untuk membangunnya kedua software ini disinergikan dengan printer
robotic seperti CNC router.
Proyek-proyek yang menggunakan metode tessellating adalah:
The Programmed Wall oleh Gramazio and Kohler, 290 Mulbery Street oleh SHoP
Architecs, BMW Welt oleh Coop Himmelb(1)au, dan West Coast Pavilion oleh
Atelier Manferdini. Pada 290 Mulbery Street, New York, pola panel pada curtain
wall di-generate menggunakan suatu naskah kode digital. Panel tersebut kemudian
dipahat sesuai dengan rangkaian kode tersebut sehingga menghasilkan permukaan
yang ‘kaya’ baik dari segi taktil maupun visual. Metode tessellating ini erat
kaitannya dengan polymorphism.
Folding
Interripples Ceiling System |
Metode folding, sebagaimana terjemahannya yang berarti ‘melipat’,
mengubah suatu permukaan yang tadinya hanya memiliki dua dimensi menjadi tiga
dimensi. Pasca perkembangan digital, metode folding semakin bervariasi dan inovatif.
“If there is a single effect produced in the architecture of folding, it will be the ability to integrate unrelated elements within a new continuous mixture.” – Greg Lynn (1993)
Contoh proyek dengan pendekatan folding adalah Interripples
Ceiling System yang dirancang oleh Haresh Lalvani dan Algorhythm Technologies.
Berdasarkan perkembangan kapasitas perancangan digital dengan metode folding
ini, Farshid Moussavi memperkenalkan ‘the function of ornament’. The function
of ornament ini adalah kecenderungan arsitektur kepada ornament dan selubung
bangunan, untuk meningkatkan kesan sensoris suatu ruang dan komunikasi abstrak
bangunan tersebut terhadap pengguna (Moussavi, 2006)
Contouring
Bone Wall |
Metode contouring ini artinya memahat suatu material untuk
membentuk suatu permukaan. Dapat menggunakan material batu , kayu, ataupun
material lain yang kompatibel dengan alat yang digunakan. Mesin pemahat yng
biasa digunakan adalah CNC routers and mills, yang terhubung dengan software Mastercam,
RhinoCAM, atau SURFCAM.
Pahatan yang dihasilkan bisa parallel, spiral, melengkung halus, ridged (metore terasering), ataupun sloped (terdiri dari berbagai bidang miring). Variasi pahatan ini dihasilkan dari kode digital bernama G-code yang juga mengatur kecepatan pahatan, posisi dan sudut pahatan, serta kedalaman pahatan. Kekurangan dari metode ini adalah banyaknya material yang terbuang. Oleh karena itu metode ini lebih tepat digunakan untuk mengolah material yang biasa menjadi luar biasa. Contoh proyek dengan metode ini adalah Prettygoodlife.com Showroom oleh Greg Lynn dan Bone Wall oleh Erwin Hauer.
Pahatan yang dihasilkan bisa parallel, spiral, melengkung halus, ridged (metore terasering), ataupun sloped (terdiri dari berbagai bidang miring). Variasi pahatan ini dihasilkan dari kode digital bernama G-code yang juga mengatur kecepatan pahatan, posisi dan sudut pahatan, serta kedalaman pahatan. Kekurangan dari metode ini adalah banyaknya material yang terbuang. Oleh karena itu metode ini lebih tepat digunakan untuk mengolah material yang biasa menjadi luar biasa. Contoh proyek dengan metode ini adalah Prettygoodlife.com Showroom oleh Greg Lynn dan Bone Wall oleh Erwin Hauer.
Forming
Alice, LAXART Gallery |
Forming adalah metode cetak. Inti dari metode ini adalah
menggunakan media digital dan CNC router untuk menghasilkan cetakan dari bentuk
akhir yang diinginkan. Material yang digunakan sebagai bahan cetak pun adalah
material yang dapat dicairkan dan mengeras, misalnya akrilik. Metode cetak ini
dapat menjadi alternatif untuk mengurangi bahan sisa yang terbuang dari metode contouring. Contoh proyek dengan metode ini adalah Alice, di LAXART Gallery oleh Florencia Pita.
Sekian. Semoga bermanfaat!
No comments:
Post a Comment