31.5.12

Amazing People #1: Doctor

Sekarang setelah sedikiiit saja mencicipi dunia kerja, saya ingin memberi standing ovation buat para dokter yang benar-benar profesional di pekerjaan mereka. Pulang jam dua malam untuk kembali ke rumah sakit pukul tujuh pagi sepertinya adalah hal yang biasa. Berkali-kali saya lihat parkiran rumah sakit di pagi buta terisi kendaraan milik para dokter yang ngga mau terlambat/ terjebak kemacetan. Belum lagi pekerjaan mondar-mandir keliling rumah sakit dan ketegangan ketika menangani pasien yang kritis. *prok prok prok prok...

Saya sangat kagum soal ketelitian. Ketika saya di pekerjaan dituntut untuk sangat teliti namun tangkas dan cepat tanggap, saya sebagai anak baru--yang dulunya mahasiswa tea--lumayan harus menyesuaikan diri. Namun untungnya ketika saya melakukan kesalahan, masih ada toleransi. Selain itu resiko pekerjaan saya juga hanya berkaitan dengan bangunan. Lah seorang dokter? Resikonya manusia men. Tubuh dan nyawa manusia.
Saya kagum sama mbak-mbak lulusan akademi kebidanan di Jogja yang kemaren bertugas menangani Eyang. Saya sendiri asa kagok kumaha gitu kalo bantuin eyang ganti baju atau bahkan sekedar bantuin eyang duduk karena takut malah bikin eyang kesakitan. Tapi waktu si mbak ini datang dan harus melakukan check up jantung, yooi doi mantap banget tek tek tek selesai.

Tentu perihal ketelitian ini adalah persoalan besar bagi para dokter. Ayah saya termasuk salah satu yang anti banget sama dunia kedokteran modern--walaupun sepupu ada juga yang jadi dokter dan bude saya seorang bidan. Pasalnya ini layaknya dendam keluarga. Pakle saya (adeknya Ayah) pernah kasus salah diagnosa dan salah penanganan hingga akhirnya kembali ke rahmatullah. Innalillahi.. Lalu baru-baru ini adik sepupu saya yang kelas 4 SD juga mengalami salah diagnosa dan salah penanganan.

Sepupu saya ini menderita kanker otot yang pertama kali disadari setelah muncul benjolan di bawah telinga. Setelah benjolan ini semakin membesar dan mulai menghawatirkan, keluarganya berkonsultasi dengan dokter dan disarankan untuk melakukan biopsi. Keluarga besar kurang setuju dengan biopsi ini karena sering memicu pertumbuhan sel-sel tumor sehingga semakin parah. Entah bagaimana akhirnya dilakukanlah biopsi ini dan benar pula pertumbuhan benjolan yang diduga tumor ini semakin besar. Ingin nangis rasanya kalau mengingat bagaimana doi ngapa-ngapain salah melulu. Tidur sakit, bangun lebih sakit lagi. Hebatnya dia, anak kecil yang masih kelas 4 SD ini jarang sekali mengatakan sakit. "Mamah telinganya ngga enakeun!" Fazi biasa mengeluh, padahal mamanya dan semua orang tau maksudnya dia sedang kesakitan. Bayangkan ini terjadi setiap hari selama berbulan-bulan.

Suatu hari benjolan ini pernah menjadi sebesar bola voli--Fazi luar biasa, mamanya juga luar biasa kuat--lalu tanpa sengaja 'kesenggol' hingga luka dan pendarahan parah sehingga doi dilarikan ke UGD. Setelahnya Fazi pun dirawat selama lebih dari sebulan di rumah sakit. Ketika saya datang menjenguk, mamanya bercerita, di kamar tempat Fazi di rawat isinya adalah anak-anak yang terkena kanker darah--leukeumia dan semacamnya. Mereka adalah 'penghuni tetap' rumah sakit, kata Bude, yang kalaupun pulang ke rumah mungkin hanya untuk seminggu hingga sebulan dan kemudian balik lagi. Makanya IGD rumah sakit itu selalu penuh. Bagaimana para dokter menyemangati mereka terus ya? Apalagi ketika penyakit yang ditangani ini bukan termasuk yang cepat disembuhkan. Kalau fazi, dia suka dibacakan cerita, main uno, dan makan kue sus kering. Tapi kalau dokter juga harus membacakan cerita juga, kerja eksta sekali ya mereka. Memang kerabat yang suportif juga penting.

Fazi bertahan di rumah sakit dengan hebatnya. Bahkan dia bisa ramah dan sopan terhadap mereka-mereka yang datang berkunjung. Rasanya anak ini lebih dewasa dari saya :). Sekarang setelah kemo, benjolan di telinganya sudah mengecil (hampir hilang). Fazi masih sangat kurus setelah berjuang keras melawan penyakit, tapi kuat dan bersemangat melakukan banyak hal. Dia sudah bersekolah kembali--meskipun tetap di kelas 4. Semoga cepat sehat seperti sedia kala yaaa Fazi.

Nah luar biasa hebat kan kerja para dokter? Dan yang ditangani bukan satu Fazi saja, tapi baanyak. Pernah baca buku "Better" karya Atul Gawande? Baca deh, supaya ngga gampang menyalahkan dokter dan supaya kalau kamu dokter atau berminat jadi dokter bisa selalu menguatkan iman untuk menjadi dokter yang berintegritas. :)