10.1.10

Estetika Rumah Panjang dalam Kancah Global

Rumah panjang Kenyah dan Kayan memiliki finial pahatan dan mural lukis yang fantastik, yang menggambarkan Aso dan Burong, serta figur penting lain yang terhubung dengan alam spiritual. Fitur lain yang terdapat pada arsitektur Kayan dan Kenyah adalah struktur kuburan mereka – keliering atau tiang kremasi, dan salong atau pondok kremasi. Keliering adalah cabang pohon berkayu keras yang dipahat dan dicoak untuk diisi dengan tubuh para budak yang dibunuh. Sebuah toples berisi tulang belualang kepala suku diletakkan di puncak batang dan ditutup oleh bongkahan batu yang berat. Salong adalah kamar kayu tempat menyimpan toples-toples berisi tulang-belulang aristokrat yang disokong oleh satu atau lebih tiang. Bagian luar ruangan tewrsebut dihiasi dengan lukisan spiral dari figur Aso dan desain lain, serta pahatan-lukisan kayu. Proyeksi sudut dari motif yang samamelengkapi dekorasi tambahan.

Satu-satunya kejelasan sosial yang dibuat oleh Suku Ngaju dari Kalimantan Selatan terdiri dari utu, manusia merdeka, dan budak. Diragukan mereka pernah membuat rumah panjang, mereka hidup dalam rumah-rumah keluarga yang tersusun dari tiang-tiang kayu. Suku Banjar dari Banjarmasin adalah campuran imigran Jawa dan penduduk asli keturunan Dayak. Ruamh tradisional mereka dibangun dalam langgam melayu dengan menghilangkan atap runcing dan bubungan dibuat pada ketinggian langit-langit, serta perluasan di masing-masing sisi menjadi lebih pendek. Rumah tersebut berdiri di atas tiang-tiang kayu setinggi 4.6 meter (15 kaki). Selain itu dinding runcing mereka diukir dan dilukis dengan gambar timbul tumbuhan . Atapnya ditutup dengan lembaran kayu berbentuk lidah dan diberi ornamen silangan tanduk kerbau pada ujungnya. Tangga kayu pada sisi bangunan memberikan arses menuju rumah.

Akankah Tetap Terjaga?

Seperti pada banyak bagian lain dari nusantara, jumlah penduduk yang tinggal dalam rumah tradisional di Pulau Borneo semakin berkurang. Pendapat umat Kristiani dan umat Muslim menyatakan bahwa kehidupan komunal dalam rumah panjang tidak higienis dan subvesif secara moral. Langkah pemerintah, khususnya pada sisi batas wilayah Indonesia, telah mendukung peralihan dari wilayah kehidupan tradisional dan ketertinggalan rumah panjang tradisional. Bujukan dunia modern telah menuai korban, videoboat ber-Ac kini sering terlihat di sungai Sarawak. Lapangan kerja di Industri penebangan kayu pada seluruh Borneo juga memikat anggota suku meninggalkan desanya dan mulai merugikan mereka, memaksa mereka untuk berpindah, menghuni rumah-rumah per-keluarga dan meninggalkan arsitektur tradisional mereka. Keahlian memahat, mengukir, dan seni pertukangan kayu masih terlihat secara luar biasa pada pembangunan rumah dan perahu, juga dalam membuat souvenir untuk turis. Pemerintah, menjadi lebih peduli pada potensi industri pariwisata, dan sekarang mulai memutarbalikan kebijakan dan secara aktif mendorong Suku Dayak untuk tinggal di rumah panjang.

Rumah Panjang Suku Kayan dan Kenyah

Sebagai perlawanan yang ekstrim, suku Kayan dan Kenyah terus menerus menetap di suatu tempat sehingga dapat meluangkan lebih banyak waktu dan menuangkan lebih banyak usaha dalam pembangunan karya indah rumah panjang untuk diwariskan pada generasi selanjutnya. Walaupun Kayan dan Kenyah bermusuhan secara tradisional, namun mereka memiliki kemiripan pada struktur sosial yang tercermin pada arsitektur mereka. Pada kedua masyarakat ini, rumah panjang disebut uma dan terbuat dari tiang-tiang kayu besi yang mengangkat mereka dari atas tanah. Mereka menggunakan kayu keras lainnya untuk lantai dan dinding, sementara atap mereka terbuat dari lembaran kayu besi yang cukup kuat menahan hujan musiman yang deras. Sebuah rumah panjang berisi desa Kayan mengadung banyak apartemen keluarga yang disebut amin. Rumah-rumah Kayan dan Kenyah membuktikan keahlian sambungan yang sangat canggih dan dihias dengan banyak lukisan dan pahatan kayu yang rumit. Bahkan anak-anak tangga yang dicoak dari batang kayu besi juga dihias dengan pahatan wajah-wajah monster untuk menakut-nakuti roh-roh jahat yang datang mengganggu.

Pengaturan ruang pada rumah panjang mencerminkan struktur hirarki mayarakat. Masyarakat Kayan terbagi menjadi maren (aristokrat), hipuy (bangsawan), panyin(orang biasa), dan dipen(budak), dan struktur sosial Kenyah sama dengan Kayan. Dalam rumah panjang pada kedua suku tersebut, letak interior dalam apartemeen secara tegas menunjukkan status sosial. Kuarte yang paling luas adalah milik kepala suku atau bangsawan yang sedang menjabat dan diletakkan paling tengah untuk keamanan, diikuti oleh apartemen milik bangsawan lainnya, dengan atay yang sedikit lebih tinggi dari bagian rumah panjang lainnya. Saat ini, di masa yang damai, kuarter kepala bisa saja di ujung rumah panjang, sehingga dapat dengan mudah diperbesar. Semua bangsawan dan juga kepala suku, menghiasi apartemen mereka dengan motif khusus yang berlebihan untuk menunjukkan status mereka. Yang paling terkemuka adalah Aso, sang dewa anjing, yang gambarnya berfungsi sebagai lambang kebangsawanan dan sebagai figur leluhur manusia. Apartement kepala suku Kenyah dihiasi oleh mural yang sangat besar, sementara di serambi publik, mahkota kepala suku tergantung di atas drum-drum dan dan perlengkapan pengorbanan.

Sebuah patung pahatan kayu, rumah Bali Akang, sang dewa keberanian, ditanam di tanah di luar rumah panjang Kenyah. Ruang keluarga biasa secara tradisi dapat ditemukan di sisi-sisi lain apartemen bangsawan, dan budak mendapat tempat di paling ujung rumah panjang, di tempat yang paling mungkin menerima serangan. Sebuah rumah panjang dapat menampung hingga tiga puluh apartemen di dalamnya.

Rumah panjang biasanya dibangun sejajar dengan aliran sungai, dengan lumbung padi dan rumah penyimpanan berisi barang berharga yang ditempatkan di samping bangunan utama, agak berjarak untuk mengantisipasi kebakaran yang cukup sering terjadi. Pemusatan seluruh desa pada dua atau tiga rumah panjang adalah strategi yang sangat bermanfaat, mendukung penggunaan struktur kayu yang ekonomis.

Rumah panjang memiliki panjang antara 60 meter (200 kaki) hingga 150 meter (500 kaki). Lahan lokal terkadang dapat mengakomodasi struktur yang lebih besar. Serambi panjang yang menghadap ke sungai biasanya dibatasi oleh teralis kayu untuk menghalangi serangan musuh yang melontarkan peluru ke dalamnya.

Rumah Tradisional Kalimantan : Rumah Panjang

Rumah panjang adalah salah satu rumah tradisional Indonesia yang dikenal berasal dari suku Dayak, Kalimantan. Pada dasarnya rumah ini dinamai demikian karena bentuknya yang memang panjang bersambung-sambung hingga puluhan meter. Rumah panjang ini selalu dibangun dengan cara tertentu sehingga dapat dengan mudah dibongkar dan dipindahkan ke tanah yang baru.

Bagian dalam rumah panjang terbagi-bagi, sehingga setiap keluarga memiliki area hidup tersendiri yang menjadi miliknya, sejajar dengan bagian penghubung beranda yang selevel di bawah mereka pada salah satu sisi panjang rumah panjang. Beranda adalah tempat berkomunikasi publik, dan memainkan peranan penting dalam kehidupan masyarakat rumah panjang. Tidak hanya berfungsi debagai jalan utama dan area kerja untuk pekerjaan domestik, tapi juga merupakan tempat pelaksanaan pertemuan desa dan pertunjukan upacara yang dianggap sangat vital terhadap kepercayaan spiritual dan kesejahteraan masyarakat. Beberapa ritual ini fokus pada tangga kayu yang dipahat halus, yang merupakan satu-satunya benda publik pada rumah panjang.

Rumah panjang dapat meneduhi beberapa keluarga dan beberapa juga dapat menampung seluruh desa. Hanya beberapa suku pribumi dayak yang mendirikan bangunan publik murni, sebab pada hampir semua suku, rumah panjang merupakan bangunan pribadi sekaligus bangunan publik. Rumah panjang merupakan pusat fokus sosial dalam masyarakat. Walaupun setiap keluarga dalam rumah panjang memiliki bagian wilayah pribadi dengan dapur dan ruang tidur plus ruang penyimpanan beras dan warisan keluarga, namun aktivitas yang paling personal justru dilakukan di beranda publik, lorong di sepanjang rumah panjang. Di tempat ini pertemuan diadakan, upacara diselenggarakan, wanita menganyam keranjang, para pria memperbaiki jaring dan mencuci beras, anak-anak bermain, dan seluruh penduduk berbagai usia bercakap-cakap. Di malam hari, serambi menjadi tempat tidur para tamu dan pemuda dalam kelompok. Di masa lalu kepala musuh yang diawetkan digantung pada kaso-kaso serambi sebagai jimat pelindung.

Material dan Konstruksi

Walaupun pada bagian lain dari kepulauan nusantara jati dan jengal digunaka untuk membuat tiang-tiang, di hutan Borneo hingga belakangan ini sangat kelimpahan kayu besi. Seluruh batang dari kayu besi digunakan untuk membuat tiang dan balok rumah panjang Borneo. Batang-batang tersebut sering digunakan kembali saat rumah lama dirobohkan. Hingga akhir abad sembilan belas, rumah panjang sering dibangun di atas batang-batang raksasa, beberapa setinggi 12 meter (40 kaki). Hal ini tidak hanya mengangkat penghuninya di atas nyamuk malaria malam dan menghindari sampah bau di bawah mereka, namun juga mempertahankan mereka dari serangan penduduk lain. Satu-satunya cara untuk menembus rumah panjang setelah tangga kayu dinaikkan adalah dengan memotong atau membakar tiang-tiangnya.

Metode konstruksi dan bahan yang digunakan berbeda antar satu suku dengan suku lainnya, bergantung pada struktur sosial, tingkat permanen yang dibutuhkan, dan kemampuan pengolahan material. Shelter dari daun dan ranting dari suku nomaden Punan adalah yang paling sederhana, dan walaupun mereka kadang digunakan untuk menetap cukup lama, bangunan-bangunan ini dapat dibangun dan dibongkar dalam waktu kutang dari astu hari. Tidak ada ornamen arsitektural dari bangunan ini ataupun perbedaan sosial di antara mereka.

Suku iban yang relatif sederajat saru sama lain bergantung pada cara hidup sayat-dan-bakar dalam pertanian beras, yang berarti mereka secara periodik berpindah desa saat kehabisan kesuburan tanah danbutuh tanah baru. Kayu ringan, bambu, ranting, dan bahkan dedaunan merupakan bahan-bahan yng umum digunakan untuk bangunan karena mereka mudah dan cepat dikerjakan serta tidak membutuhkanbanyak tenaga dan waktu seperti yang dihabiskan dalam pengerjan karu keras. Tiang-tiangnya tidak terlalu tinggi dan sering kali hanya terdiri dari tiang-tiang yang ramping.

Desa Iban biasanya terdiri dari satu rumah panjang, atau rumah, yang terbagi-bagi menjadi bilek (apartemen keluarga) yang terbuka menuju tanju (lorong yang teduh). Babarapa keluarga akan berbagi rumah panjang dan menunjukkan bahwa mereka adalah komunitas yang koheren, namun masing-masing bertanggung jawab untuk membiat keputusan sendiri. Walaupun salam kehidupan masyarakat iban terdapat orang kaya, penting, dan keturunan berpengaruh, suku iban tidak membagi-bagi masyaakat mereka berdasarkan struktur sosial. Setiap keluarga membangun rumahnya sendiri menyambung dalam rumah panjang dengan material apapun yang baik. Sebagai akibatnya wujud dar keseluruhan rumah panjang iban sering kali buruk dan terlihat tidak terlalu solid.

5.1.10

Jajanan Masa Kecil

Siapa sih yang bisa menahan godaan untuk membeli makanan ringan saat istirahat di sekolah? Atau… ketika bermain bersama teman dan melihat pedagang keliling melintas? Seandainya uang saku cukup, saya mungkin akan membeli semua jajanan yang ada. Untung saja para orang tua cukup bijak untuk memberi uang saku yang sedikit. Jadilah anak-anak menahan diri agar tidak makan terlalu banyak. Haha.
Mm… kalau diingat-ingat, banyak sekali jajanan masa kecil yang saya suka hingga sekarang. Bahkan, bisa dibilang saya hampir suka semuanya. Benar!
Sayangnya, belakangan ketika saya dan teman-teman mulai mengikuti trend MTV atau radio remaja untuk menjadi anak gaul, jajanan itu sedikit demi sedikit kami tinggalkan. Kami lebih sering membeli makanan kemasan yang ada di kios, atau hang out untuk mencoba makanan bernama pizza dan sejenisnya. Memang sih, jajanan tradisional yang kita beli di sekolah tidak terjamin kebersihannya. Tapi makanan-makanan itu benar-benar enak. Seandainya ada yang menjualnya lagi dengan jaminan mutu, saya akan menjadi pelanggan tetap.
Here they are:

Cakue (terutama dengan saus Nanas)


















Bandros



































Molen Pisang




Biografi Luis Barragan


Luis Barragan (1902-1988) dikenal sebagai salah satu arsitek yang paling berpengaruh di Mexico pada abad ke-20. Ia dilahirkan di Guadalajara, Mexico, dan lulus dalam pendidikan profesionalnya di bidang engineering(teknik) pada usia 23 tahun. Sementara itu, ia belajar arsitektur secara otodidak. Pada tahun 1920, ia berpetualang menjelajahi Prancis dan Spanyol, dan pada 1931 sempat tinggal sementara di Paris untuk menghadiri kuliah Le Corbusier. Waktu yang ia habiskan di Eropa, dan juga beberapa lama di Maroco, menunjukkan ketertarikannya pada arsitektur asli Afrika Utara dan arsitektur Mediteranian, yang kemudian ia aplikasikan pada pembangunan di negaranya sendiri.

Pada akhir 1920, dia bergabung dengan perkumpulan yang dikenal dengan Escuela Tapatía atau Guadalajara School, yang mendukung teori arsitektur yang didedikasikan pada ketaatan kuat terhadap tradisi lokal. Praktek arsitekturalnya dimulai di Guadalajara sejak 1927 hingga 1936. Kemudian ia pindah ke Mexico City dan menetap hingga akhir hayatnya. Karya-karya Barragan bisa dikatakan minimalis, namun tetap kaya akan warna dan bentuk. Dinding berupa bidang-bidang rata dari plesteran, susunan bata, kayu, atau bahkan air, adalah elemen-elemen komposisinya, yang berinteraksi dengan Alam.

Barragan menyebut dirinya sendiri sebagai seorang arsitek lansekap dan menulis dalam buku Contemporary Architects (Muriel Emanuel (ed.) diterbitkan oleh St. Martins Press, 1980), “Saya percaya bahwa arsitek harus merancang taman agar digunakan, sebagaimana rumah yang mereka bangun, untuk mengembangkan kesadaran akan keindahan dan selera menuju seni yang baik serta nilai-nilai spiritual lainnya.” Ia melanjutkan, “Setiap karya arsitektur yang tidak mengekspresikan ketentraman adalah kesalahan.”

Sebagai seorang yang religius, Barragan dan karyanya mendeskripsikan sesuatu yang ‘gaib’ sebagai ketentraman. Kapel yang dirancangnya untuk Capuchinas Sacramentarias adalah bukti yang menujukkan dia kualitas tersebut pada saat bersamaan. Karena ketertarikannya pada kuda, Barragan merancang banyak kandang kuda, air mancur, dan aliran air yang memanifestasikan banyak nilai yang dianutnya.

Barragan mempunyai pengaruh yang sangat besar, tidak hanya untuk tiga generasi arsitek Meksiko, namun banyak arsitek di seluruh dunia. Pada penyerahan penghargaan Pritzker, ia berkata, “Adalah tidak mungkin untuk mengerti Seni dan kemegahan sejarah tanpa mengakui keyakinan religius dan akar legenda yang menuntun kita pada alasan di balik fenomena artistik. Tanpanya tidak akan ada Piramid Mesir, atau reruntuhan Mexico kuno. Mungkinkah kuil-kuil Yunani dan katedral-katedral Gothik ini ada?”

Selain itu, ia mengganggap sangat menggelisahkan bahwa publikasi yang dicurahkan untuk arsitektur terlihat membuang kata-kata “Beauty, Inspiration, Magic, Spellbound, Enchantment sebagaimana konsep Serenity, Silence, Intimacy and Amazement.” Ia meminta maaf karena mungkin tidak berhasil menjadikan konsep ini sebagai justice, namun ia berkata “ konsep-konsep ini tidak pernah berhenti menjadi cahaya petunjuk saya.” Ketika Barragan menutup pidatonya, ia berbicara mengenai art of seeing. “Sangat penting bagi seorang arsitek untuk tahu bagaimana melihat—untuk melihat dengan suatu cara, dimana pandangan tidak terkalahkan oleh analisa rasional.”


Sumber: Website resmi Pritzker Prize, diterjemahkan.