20.8.13

TEras #1: Matahari di Negeri Matahari: Kumpulan Rule Of Thumb Perancangan Pencahayaan Alami

Indonesia adalah Negeri Matahari. Istilah yang lebih seru, menurut saya, yang mengingatkan saya akan lokasinya yang tepat di garis Khatuslistiwa.

Sebagai Negeri Matahari, tentunya Matahari adalah salah satu asset utamanya. Matahari bersinar sepanjang tahun dan nyaris konstan. Matahari mengeringkan jemuran dengan cepat dan memberi tenaga bagi hutan tropis untuk tumbuh dengan lebat. Intinya, matahari bisa diolah jadi banyak hal: energi, makanan, hingga atraksi keindahan. Itulah mengapa pengolahan cahaya alami dalam arsitektur Indonesia pastinya akan sangat menarik.

Matahari dan Arsitektur
Saya selalu memandang arsitektur dan seluruh rancangan lingkungan binaan dari kamar tidur hingga kota dan negara akan menentukan karakter sebuah bangsa. Awalnya ia membentuk persepsi, kemudian persepsi mempengaruhi perilaku, perilaku menjadi kebiasaan, dan kebiasaan menjadi karakter. Wajar saja sebab hampir seluruh aktivitas manusia berada di dalam lingkungan binaan. Kita hanya menjelajahi lingkungan alami ketika liburan, survei, dan penelitian saja. Kita menikmati Matahari pun (yang termasuk bagian lingkungan alami), dari dalam lingkungan binaan. Matahari yang kita nikmati adalah matahari yang telah terinterferensi oleh apa yang dibuat oleh manusia di sekitar kita. Lebih lagi, itulah pekerjaan arsitek. Mengintervensi matahari.

Seorang yang dididik untuk jadi arsitek, di hari pertama akan  langsung tahu bahwa cahaya alami itu penting. Namun adakalanya perancangan cahaya alami hanya dibuat dengan rule of thumb yang diterima mentah-mentah tanpa dipelajari lebih lanjut. Misalnya, benarkah sinar matahari timur (pagi hari) itu masih tergolong 'baik' dan sinar matahari barat (sore hari) itu buruk? Benarkah untuk negara tropis seperti Indonesia baiknya orientasi bangunan selalu barat-timur serta bukaan baiknya di sisi selatan dan utara?

Catatan ini mungkin tidak menjawab semua pertanyaan. Saya hanya ingin berbagi catatan yang saya punya tentang perancangan pencahayaan alami. Saya membuka masukan, kritik, dan di sini bebas copas lho.. (dengan etika ilmiah tentunya).

Daylighting (Pencahayaan Alami)
Gregg D. Ander, dalam bukunya Daylighting Performance and Design, mengatakan bahwa daylighting adalah proses menggabungkan pencahayaan alami ke dalam desain bangunan. Untuk bisa merancang pencahayaan alami yang baik, arsitek harus memahami karakter cahaya dan pengaruh cahaya terhadap berbagai aspek. Namun singkatnya, dalam buku tersebut Ander memberikan beberapa rekomendasi terkait strategi perancangan pencahayaan alami. Saya akan membagi yang saya catat.

Strategi Pencahayaan Alami menurut Ander:
  1. Meningkatkan perimeter daerah yang terkena pencahayaan alami. Semakin besar perimeter semakin baik.
  2. Memberikan penetrasi cahaya yang tinggi dalam sebuah ruangan. Hal ini untuk mengurangi tingkat menerangan yang berlebihan.
  3. Menggunakan pantulan cahaya untuk meningkatkan penerangan. Misalnya dengan light self apabila dirancang dengan baik.
  4. Memiringkan langit-langit menjauhi sumber cahaya.
  5. Menghindari cahaya yang langsung mengarah pada area critical visual task. Misalnya area membaca, menonton, menjahit, dan lain-lain.
  6. Memberi filter pada cahaya matahari yang masuk. Filter dapat menggunakan tanaman, tirai, jalusi, dan semacamnya. Cahaya yang telah difilter justru akan dapat didistribusikan dengan baik.
  7. Memahami bahwa orientasi dan lokasi bangunan mempengaruhi strategi mana yang terbaik dalam memperlakukan cahaya matahari. Misalnya light shelves akan efektif pada sisi Selatan bangunan yang berada di Amerika, namun tidak efektif bila ditempatkan di sisi Barat dan Timur bangunan yang sama.

Daylighting Rule of Thumb dari Harvard Graduate School of Design
Rule of thumb ini dibuat untuk mempermudah arsitek dalam menentukan dimensi perancangan dan luas kaca/jendela dalam perancangan pencahayaan alami yang baik. Menurut rule of thumb ini, ada beberapa tahap perancangan yang harus dilalui, yaitu:
  1. Menghitung sudut langit efektif untuk mengetahui seberapa banyak cahaya yang akan diterima suatu ruang. 
  2. Menentukan target rata-rata cahaya yang dibutuhkan oleh sebuah ruangan. 
  3. Menguji apakah target dapat tercapai dengan Window to Wall Ratio (WWR)
  4. Menghitung kedalaman ruang dan kemampuan refleksi selubung ruangan.
  5. Menghitung luas bukaan (jendela) yang diperlukan.
Penjelasan mengenai langkah-langkah di atas saya catat dalam link berikut:
Daylighting Rule of Thumb dari Harvard Graduate School of Design

Preliminary Rule of Thumb dari Ecotect untuk perancangan shading.
Rule of Thumb ini digunakan sebagai dasar asumsi pemasangan shading pada bangunan. Namun pada prakteknya menentuan shading dipengaruhi oleh banyak faktor. Penentuan jenis shading berdasarkan orientasi fasade bangunan:
  • Menghadap khatulistiwa: shading fix horizontal.
  • Menghadap Timur: louvre vertikal (moveable)
  • Menghadap kutub: tidak diperlukan shading
  • Menghadap Barat:  louvre vertikal (moveable)
Masih ada beberapa kompilasi rule of thumb yang bisa dipakai. InsyaAllah akan saya tambahkan kemudian.

Referensi:
Ander, Gregg D. 2003. Daylighting Performance and Design. John Wiley & Sons. ISBN 0471262994, 9780471262992
Graduate School of Design, Harvard University. 2009. Daylighting Rule of Thumb. version 3/16/2009.
wiki.naturalfrequency.com/wiki/Shading_Design

2 comments:

  1. jadi pengen bikin versi Indonesia adalah Negeri Hujan ngga sih ytt. haha. tapi ttg day light juga masih banyak yang pengen dikupas.

    ReplyDelete